Friday, April 6

Kangen belalang

Malam itu aku sengaja tidur agak larut. Aku menikmati udara malam kampung itu setelah sekian waktu kutinggalkan. Lagipula, waktuku tidak lama, cuma sehari semalam. Jadi aku tidak ingin menghabiskan waktuku dengan melelapkan diri di tempat tidur.

Ada suasana berbeda malam itu. Suara belalang "melengking" tanpa henti sepanjang malam. Aku merasa asing dengan suara-suara belalang itu yang jumlahnya mungkin puluhan atau bahkan ratusan. sebenarnya aku tidak terlalu yakin apakah suara lengkingan mirip bunyi jengkerik malam itu benar-benar suara belalang. Belalang jenis apakah gerangan? belalang sembah (walang kadung) bukan, belalang kayu bukan, atau belalang "Angkup" yang suaranya sangat merdu itu juga bukan. Aku tidak begitu tertarik untuk mencari tahu dimana sang empunya suara itu bertengger. Sama halnya dengan ketidaktertarikanku untuk mengenali belalang apa dia sebenarnya. Aku hanya ingin menikmati suara-suara itu.

Dari semua jenis belalang, belalang Angkup adalah salah satu favoritku. Kata simbok dulu, kalau belalang Angkup lagi ramai "bernyanyi", berarti tidak lama lagi musim nangka bakal tiba. Orang-orang di desa, yang jauh dari pusat peradaban selalu menjadikan alam sebagai penanda atau kalender musim. dan itu sudah dibuktikan selama ratusan atau mungkin ribuan tahun. Semakin banyak bunyi belalang angkup, semakin banyak pula kemungkinan buah nangka yang bakal dipanen.

Belalang Angkup berwarna hijau penuh, dari kepala sampai ujung kakinya. Serangga ini ukuran maksimalnya sebesar jempol kaki. Sayapnya lebar. Tidah aneh jika gesekan sayap-sayap itu terdengar keras di malam hari. Mungkin dari jarak 100-an meter suaranya masih terdengar jelas. Aku tidak tahu apakah pohon nangka memang habitatnya, atau sekedar tempat mampir untuk mengabari pemilik pohon nangka kalau musim nangka tiba tidak lama lagi. Tempat yang paling disukainya adalah pohon nangka. Paling tidak, aku sendiri sering menemukan binantang ini di pohon nangka. Diperkuat lagi dengan keterangan simbok kalau bunyi belalang Angkup ini sebagai penanda datangnya musim nangka.

Aku masih ingat, dulu jika lagi beruntung mendapatkan belalang Angkup, dengan bangga kutunjukkan hasil buruanku itu ke teman-temanku. Apalagi kalau yang berhasil kutangkap berjenis kelamin jantan, makin girang dan mongkog rasanya. Belalang berjenis kelamin jantan mau berbunyi meski siang hari, bahkan saat tubuhnya dipegang makhluk-makhluk usil sebayaku kala itu. Tidak sulit untuk memaksa belalang angkup mau berbunyi. Cukup dipegang kepalanya, lalu ditiup-tiup lembut dibagian sayapnya, berbunyilah binatang itu. Suaranya tidak berbeda dengan yang dikeluarkannya di malam hari, hanya sedikit lebih pelan.

Tidak seperti belalang sembah yang suka menggigit, atau belalang kayu yang memeletikkan kaki berdurinya kepada setiap "musuh" yang mengusiknya, belalang angkup sangat ramah dan bersahabat.

Sudah bertahun-tahun aku tidak mendengarkan suara belalang Angkup. Kemana perginya anak keturunan belalang-belalang itu, aku tidak tahu. Yang jelas, kepergiannya beriringan dengan punahnya pohon-pohon nangka di kebun rumahku.

13 Maret 2007

No comments: