Thursday, December 27

Meruwat Bencana

Sejak turun temurun orang Jawa mengenal tradisi ruwatan. Ritual ini dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan sukerta, mara bahaya dan kesialan hidup yang bakal menimpa seseorang. Orang Jawa percaya, seseorang yang memiliki sukerta kalau tidak diruwat akan dimangsa Betara Kala. Sosok Betara Kala yang tak lain adalah raksasa jahat bermuka buruk dan bengis ini adalah simbol kesialan hidup atau bencana yang bisa terjadi kapan saja.

Ruwatan dilakukan dengan memotong rambut atau kuku orang yang memiliki sukerta. Lalu potongan kuku atau rambut itu dilarung ke laut/sungai atau ditanam di pekarangan rumah. Untuk melengkapi ruwatan, orang Jawa—terutama yang berkecukupa---biasanya nanggap wayang. Lakon yang dimainkan ya seputar Betara Kala.

Selain ruwatan untuk orang-per orang, ada juga ruwatan massal. Tujuannya untuk selamatan membuang sial yang mungkin dialami oleh suatu komunitas atau kelompok masyarakat. Bagian dari ruwatan massal ini kadang dilakukan dalam bentuk “bersih Deso”. Dalam acara bersih deso ini, orang-orang biasanya mempersembahkan aneka macam sesaji; bunga tujuh warna, jajan pasar, ayam panggang berikut tumpengnya, dan yang selalu tidak ketinggalan adalah membakar kemenyan.

Dua model ruwatan itu sama-sama untuk membuang sial. Dua-duanya juga lebih kental dengan dunia mistik. Entah sosok makhluk seperti apa yang dipersepsikan oleh orang-orang tua jaman dulu, sejauh yang aku tahu ruwatan selalu dikaitkan dengan mitos dan tahayul. Sederhananya, kalau tidak melakukan begini, maka akan berakibat begitu.

*****

Meruwat, terminologi Jawa ini kalau dikontekstualkan dengan bencana yang terjadi belakangan ini, kira-kira artinya sama dengan mitigasi. Kalau ruwatan untuk membuang sial, mitigasi tidak lain memiliki tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Bencana itu sendiri mungkin tidak pernah bisa dihilangkan. Bisa terjadi kapan saja, di mana saja dan menimpa siapa saja. Yang bisa dilakukan manusia hanyalah bagaimana mencegah dan mengurangi risiko kalau bencana itu benar-benar terjadi.

Gempa, tsunami, longsor, banjir dan berbagai ancaman lainnya merupakan fenomena alam yang telah, sedang dan akan terus terjadi. Kesemuanya itu tidak bisa dihilangkan sama sekali. Gempa misalnya, sebagai fenomena alam (hazards) sebenarnya tidak mematikan. Korban meninggal atau luka, bukan oleh peristiwa gempa itu sendiri tetapi karena tertimpa reruntuhan bangunan/gedung. Karena itu kalau terjadi gempa, agar selamat manusia disarankan untuk menghindar dari segala reruntuhan rumah/bangunan.

Artinya, manusia bisa selamat dari risiko gempa itu bila mereka tahu bagaimana tindakan terbaik yang harus dilakukan. Keluar dari rumah/bangunan dan mencari tempat terbuka, melindungi kepala dengan bantal atau berlindung di bawah meja/kursi, mematikan kompor gas atau alat elektronik yang bisa memicu kebakaran, dan sebagainya adalah tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko gempa.

Kapan mitigasi dilakukan? Mitigasi (=penjinakan) dilakukan jauh hari sebelum bencana terjadi. Inilah yang membedakan dengan pendekatan penanganan bencana selama ini. Jika selama ini penanganan bencana hanya fokus pada kegiatan respon darurat (emergency respon) maka dengan pendekatan mitigasi orang bisa melakukan berbagai hal sejak dini.

Mitigasi gempa, misalnya dilakukan dengan membuat rumah yang memiliki konstruksi tahan gempa. Mitigasi tsunami dilakukan dengan menanam pepohonan di sepanjang garis pantai atau menjauhkan lokasi pemukiman dari garis pantai. Bisa juga mitigasi tsunami dilakukan dengan membangun tanggul-tanggul di sepanjang garis pantai. Sedangkan mitigasi, salah satunya dilakukan dengan tidak mendiami kawasan tepi sungai, pembuatan banjir kanal, dan sebagainya.

Ingat rumus sederhana ini; semakin besar ancaman (hazards) ditambah semakin besar kerentanan (fisik, ekonomi, sosial-budaya, sikap dan motivasi, kelembagaan) tanpa diimbangi dengan kemampuan yang cukup, maka akan memperbesar tingkat risiko bencana yang akan terjadi. Karena itu, untuk menekan sekecil mungkin risiko, yang harus dilakukan setiap orang/kelompok adalah meningkatkan kemampuan, salah satunya dengan jalan mitigasi di atas.

No comments: