Sunday, October 12

GARUDA ku Sayang, tiketku melayang..

GARUDA, sebuah maskapai penerbangan terkemuka. Ya, maskapai penerbangan terkemuka, sebuah kata yang kadang lebih dipilih orang untuk mengkritik keburukan layanannya. Sebagai maskapai penerbangan milik negara dengan tarif termahal, GARUDA nyaris tidak pernah sepi penumpang. Apakah di hari normal, hari libur, terlebih di musim mudik seperti sekarang. Meski begitu, bukan berarti GARUDA tanpa cacat. Selalu saja ada penumpang yang komplain dengan layanan GARUDA. Sedikit dari mereka yang komplain itu kadang menyempatkan diri menulis di surat pembaca beberapa media cetak.

Minggu lalu, aku mengalami pengalaman buruk dengan GARUDA.Sebenarnya kesalahan tidak sepenuhnya di pihak GARUDA. Kalau mau jujur, kesalahan ada padaku. Namun, akibat pengalaman buruk itu, aku benar-benar uring-uringan.

Aku mudik tanggal 24 September 2008. Jauh hari aku sudah pesan tiket lewat orang kantor. Meski tiket sudah kupesan jauh hari sebelumnya, namun aku tetap terkena 'tuslah'. Jarak Jakarta-Jogja yang di hari biasa bisa dibeli dengan harga kisaran 500 ribu, kemarin aku kena harga 800 ribuan. Sengaja kupilih jalur Jogja karena esoknya kebetulan aku ada acara di kota Gudeg itu. Padahal kalau aku memilik tujuan Solo, jarak rumahku lebih dekat dibandingkan harus turun di Jogja. Bila dari Jogja ke rumah perlu waktu tempuh darat kurang lebih 5 jam, maka dari Solo ke rumah bisa 2 atau maksimal 2,5 jam.

Perjalanan mudikku terbilang lancar. Sebaliknya, perjalanan balikku ke Jakarta benar-benar serasa di neraka. Setelah puas hampir 2 minggu lebih di rumah--dipotong dua hari di Jogja dan sehari di Solo--aku memutuskan balik Jakarta tanggal 8 Oktober 2008. Awalnya, lewat seorang karib di Jogja, aku minta dipesankan tiket Jogja-Jakarta untuk keberangkatan tanggal 8 Oktober pagi. Pucuk dicinta ulam tiba, jasa baik kawan karibku itu menghubungkanku dengan 'seseorang' dan memastikan ada satu seat GARUDA pagi hari dengan harga tiket yang tidak jauh berbeda dengan keberangkatan mudikku. Sayang seribu sayang, niatku untuk membayar tiket di tempat tidak memungkinkan. "Tidak bisa", kata 'seseorang itu lewat SMS. Lalu kucoba tanya lagi, bagaimana kalau ditransfer? Ternyata tak ada jawaban. Akhirnya aku memutuskan hunting tiket sendiri di SOLO.

Alhamdulillah, dengan menyeret-nyeret 2 tas plus satu koper, perjuanganku untuk mendapatkan tiket balik tidak sia-sia. Kupeganglah tiket GARUDA untuk keberangkatan tanggal 8 Oktober menjelang siang dengan harga lebih mahal beberapa puluh ribu dari harga tiket Jakarta - Jogja sebelumnya. Aku istilahkan menjelang siang, karena jadual keberangkatanku pukul 11.15 WIB. Karena sudah mantab memegang tiket, aku pun mencoba memanfaatkan waktuku sehari semalam di kota impianku, SURAKARTA HADININGRAT alias SALA atawa SOLO.

Niatku mampir SOLO memang sudah kurencanakan jauh hari. Selain untuk menyambung kembali silaturahmi dengan para senior, juga karena ada beberapa SMS adik-adik yang mengundangku mampir SOLO. Komisariat, tempat pertama yang aku singgahi. Disini aku mendapat sambutan hangat kader-kader muda penuh semangat yang mewarisi sisa-sisa 'perjuanganku' dulu. Lalu aku mampir ke rumah Pak Anas Ruron, ketemu Respati, Waskito Widi Wardoyo, Syifa'ul Arifin, dan telpon sana-sini sekedar menyapa dan berucap minal aidhin wal faizin untuk karib-karib yang tak bisa aku temui.

Bencana itu

Jam 09.00 aku sudah berada di rumah Syifaul. Dari rumahnya aku hanya butuh waktu 15 menit ke bandara Adi Sumarmo. Setelah cukup kangen-kangenan, aku minta diantar adikku---terima kasih Dhafir --ke bandara. Begitu mau masuk pintu pemeriksaan tiket, kutunjukkan tiket GARUDA ku, GA 207. eh la dahalah, petugasnya bilang kalau GARUDA belum buka, karena jadual terbangnya jam 12 an. Hah...aku terperangah hampir tak percaya. Lalu kulihat lagi tiket di tangan. Alamaaaak, benar kata petugas itu. Ternyata tiketku tertulis jam keberangkatan 11.15 dari Jogjakarta. Aku lihat waktu sudah jam 10 kurang seperempat. Masih bisa kekejar mas naik taksi 45 menit ke Jogja. Tanpa pikir panjang aku segera mendatangi loket pemesanan taksi. Setelah diberitahu tarifnya 170 ribu, akupun bergegas memasukkan barang-barangku ke taksi.

Taksi meluncur, tidak lupa aku pesan ke sopir taksi kalau waktuku mepet dan harus sampai Jogja paling lambat jam 10.45 WIB ! Taksipun ngeblas, tapi berhubung masih suasana mudik, jalanan penuh dengan kendaraan dan taksikupun tak bisa dipacu maksimal. Akhirnya dengan sedikit deg-degan, taksiku sampai di pintu masuk bandara Adi Sutjipto. Sebelum turun, aku pesan ke sopir taksi agar jangan pergi dulu. Aku bilang begitu karena masih ingin memastikan apakah aku masih bisa numpang GA 207. Ternyata petugas check in bilang, "udah tutup mas".

Mak dieggg...akhirnya atas saran petugas itu aku harus menunggu penerbangan berikutnya GA 209 sebagai penumpang cadangan. Ternyata sampai GA 209 boarding, tak ada lagi seat tersisa. Akupun gigit jari dan lagi-lagi haru menunggu pesawat berikutnya GA 211 sebagai penumpang cadangan. Seperti kududa sebelumnya, GA 211 pun tak menyisakan satu pun seat penumpang. Tetap bersabar sembari berharap aku terangkut oleh penerbangan berikutnya. Rupanya status sebagai penumpang cadangan terus bertahan untuk penerbangan-penerbangan berikutnya. Aku hitung ada 4 penerbangan GARUDA setelah GA 207, yang tidak memberi ampun buatku untuk menjadi penumpangnya. Untuk kesekian kalinya aku menjadi penumpang cadangan di dua jadual penerbangan berikutnya. Tapi aku mulai tidak nyaman. Stress, dan capeeeeeeeeeeeeee banget.

Dengan penuh ketidakpastian, akhirnya aku putuskan cari penerbangan lainnya. Pertahananku untuk terus bersabar akhirnya jebol juga. Setelah keluar masuk ke loket penjualan tiket, akhirnya aku dapatkan tiket Lion Air dengan harga 799 ribu, hanya sribu lebih murah dari harga tiket GARUDA keberangkatanku ke Jogja tempo hari. Dengan perasaan lega bak menang perang, sekali lagi aku kunjungi petugas check in sembari mengambil tas yang aku titipkan dari siang. "aku ganti pesawat mba", kataku kepada mba-mba itu. Mimik mba-mba itu agak sedikit terkejut begitu mendengar aku pindah pesawat. Buru-buru mba-mba itu minta maaf dan menyarankanku untuk merefund tiket GA207 ku di Jakarta. "Bisa ya?", tanyaku pura-pura bengong. Dalam hati, "akan kusumbangkan uang tiket ini untuk GARUDA".

Dan...kurang lebih jam 19.00 Lion Airku menerbangkanku ke Jakarta. WELCOME BACK JAKARTA !, begitu tulisan yang aku bayangkan di atas langit Bandara Soekarno - Hatta malam itu yang terlihat sangat cerah. Secerah harapanku untuk kembali mencari sesuap nasi----segenggam intan..:-) di Jakarta.

1 comment:

anjar stiono said...

wah, aku jg mimpi dpat ikan...!