Wednesday, October 29

Taksi Express sialan !

Selasa kemarin Jakarta diguyur hujan lebat. Beberapa ruas jalan penuh genangan air. Hari itu pukul 15.00 WIB aku bersiap-siap ke Gunung Sahari, persisnya mau ke gedung Pusat Kurikulum (Puskur) Departemen Pendidikan Nasional. Hari itu aku memang ada janji dengan salah satu orang Puskur setelah dua kali janji untuk ketemu gagal.

Karena hujan benar-benar lebat, aku minta tolong OB untuk pesan taksi. Sambil menunggu taksi datang, aku manfaatkan waktu untuk buka-buka email. Akhirnya OB ngasih tahu kalau taksi sudah siap di depan kantor. Dengan segera aku keluar dan 'njawil' Nunu yang aku sertakan untuk ikut rapat. Tak lupa aku ambil payung kantor untuk bersiaga. Bukan siaga bencana tapi siaga dari basah kuyup...:-)

Persis di depan pintu, taksi Express hasil hunting OB sudah parkir menunggu. "Gunung Sahari Bang !", kataku ke driver taksi. Feelingku mengatakan kalau si driver ini kurang senang begitu mendengar tujuanku cuma ke gunung sahari. Mungkin tadinya dia berharap akan ngantar aku ke bandara, atau paling tidak tempat yang agak jauh, sehingga argonya lumayan untuk tambahan setoran hari itu. Namun begitu mendengar tujuannya adalah Gunung Sahari, mukanya terlihat 'asem'.

Taksi ngeblas. Dan seperti dugaanku, si driver bawa taksinya grasak-grusuk. Aku tidak bereaksi. Diam saja sambil terus ngobrol sama Nunu. Di depan Gunung Agung, taksiku hampir nubruk Blue Bird, salah satu taksi favorite penumpang Jakarta. "Mau lewat mana ini? Saya tidak terlalu hafal daerah sini," tanya driver Express itu. "Lurus aja Bang, kita nanti lewat Atrium Senen, lalu ambil arah kiri. Gedungnya ada di sebelah Balai Pustaka", jawabku masih tetap ramah.

Sesuai instruksiku, taksi akhirnya masuk ke komplek gedung Balai Pustaka. Tiba saatnya aku menunaikan kewajiban. Aku keluarkan uang 50 ribuan. "Uang pas aja. Tidak ada kembalian nih", pinta driver Express itu. "Kembalikan 30 ribu aja Bang", balasku memberi solusi karena aku sendiri tak punya pecahan 10 ribuan. Sebenarnya angka yang tertera di argo aku tengok tak lebih dari 12 ribu. Tapi berhubung aku benar-benar tak punya pecahan, kutawarkan solusinya agar tarifnya dibulatkan menjadi 20 ribu. Jadi si sopir tak perlu mengembalikan 35 ribu, dengan asumsi argonya menunjuk angka 15 ribu. Ternyata tetap saja dia tak punya kembalian. Lalu dia dan aku sama-sama puter otak. Taksi diputar balik mendekati Blue Bird yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang di depan gedung yang aku tuju. Sayang, Blue Bird keburu ngacir, dan batal lah rencana untuk menukar uang ke pengemudi Blue Bird.

Usaha pertama gagal. Aku dan dia memeras otak lagi. Tiba-tiba si driver menoleh ke kanan dan dilihatnya sebuah 'toko' di lantai dasar Gedung Balai Pustaka. Karena masih hujan, aku minta diantar ke 'toko' yang dimaksud di driver Express. Eh..lha dallaah..ternyata 'toko' yang mau kami tuju tadi bukan toko yang sebenar-benarnya, melainkan toko Balai Pustaka di lantai dasar yang hanya menjual buku-buku dari berbagai penerbit dalam dan luar negeri. Aku sempat kecele, dan masuk ke dalam. Biar ga tenksin, aku tanyalah si penjaga 'toko' buku itu. "Jualan rokok ngga Bu?", tanyaku ke mereka yang sepertinya sudah siap-siap pulang. "Tidak ada Pak. DI sini hanya menyediakan buku-buku saja", jawab dua dari tiga penjaganya.

Menyadari misiku menukar uang gagal, aku putuskan kembali ke taksi. Lalu aku bilang ke driver itu kalau 'toko' ini tidak jual 'apa-apa' kecuali buku-buku. Setelah masuk, aku minta diantar balik ke Gedung Puskur yang hanya berjarak 20 meter dari tempatku sekarang (depan Balai Pustaka). Menjelang turun, aku berikan lagi pecahan 50 ribu sebelumnya. "ya sudah Pak, ambil saja uang ini," pintaku kepada orang itu.

*****